Kamis, 28 Juni 2012

TUGAS JURNALISTIK


BAB I
PENDAHULUAN

Meskipun kebebasan pers di jamin undang-undang, namun tidak ada satu pun surat kabar atau majalah, bahkan media massa, yang bebas melakukan suatu kesalahan, kejahatan atau pun penghinaan dan pencemaran nama terhadap seseorang, kelompok, organisasi, atau instansi tertentu, baik disengaja maupun tidak, karena kelalaian atau pun kesembronoan. Semua orang menjaga nama baiknya seperti terhadap barang berharga miliknya dan merupakan suatu penghinaan yang hebat apabila dicemarkan namanya.
Etika bukanlah belenggu bagi wartawan, justru menjaga kesadaran moral dan Professional. Mutlak diperlukan, sebagai Pertanggung jawaban dalam melaksanakan kebebasan pers. Prinsip kode etik adalah bahwa pers harus berimbang, bersifat netral, akurat, faktual, tidak mencampuradukan antara fakta dan opini, tidak memasukan hal-hal yang bersifat pribadi, menghormati asa praduga tak bersalah, tidak bersifat fitnah, dusta, dan judul tetap mencerminkan isi.

Upaya untuk memahami makna suatu kode etik dilakukan dengan filsafat etika. Melalui pemahaman filsafat etika, pelaku profesi dapat melakukan penilaian kritis atas perilaku. Sekaligus ia dapat mempertanggungjawabkan secara pribadi perilakunya, bukan karena adanya pengawas atau atasannya, melainkan karena kesadaran nurani. Seperti yang diharapkan oleh Kode Etik Wartawan Indonesia.
Kode Etik ini dibuat atas prinsip bahwa pertanggungjawaban tentang pentaatannya berada terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia. Hati nurani adalah kesadaran yang berfungsi secara otonom dalam diri pribadi, tidak dikarenakan adanya otoritas di luar diri yang bersangkutan. Untuk memiliki hati nurani, dengan sendirinya harus dimulai dengan kesadaran etis, yaitu dengan memahami konteks setiap tindakan dengan hal-hal diluar tindakan itu sendiri. Hal yang diluar tindakan itu dapat bersifat relijius (Tuhan), duniawi (masyarakat).







BAB II
PEMBAHASAN

Sebelum kita bicara tentang etika jurnalistik, perlu kita ulas lebih dulu etika profesi. Hal ini karena jurnalis atau wartawan, seperti juga dokter dan ahli hukum, adalah sebuah profesi (profession). Apa yang membedakan suatu profesi dengan jenis pekerjaan lain?
Profesi menurut Webster's New Dictionary and Thesaurus (1990)[1] adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan khusus dan seringkali juga persiapan akademis yang intensif dan lama. Seorang dokter ahli bedah, misalnya, sebelum bisa berpraktek membutuhkan pengetahuan tentang anatomi tubuh manusia dan pendidikan, sekaligus latihan, cukup lama dan intensif
Etika (ethics) adalah suatu sistem tindakan atau perilaku, suatu prinsip-prinsip moral, atau suatu standar tentang yang benar dan salah. Dalam praktek, etika bagi pengelola pers adalah perspektif moral yang diacu dalam setiap mengambil keputusan peliputan dan pemuatan suatu fakta menjadi berita. Etika memiliki dua wilayah, substantif dan operasional. Substantif adalah wilayah moral yang dianut wartawa secara personal misalnya prioritasnya atas kasus publik ketimbang privat, memuat fakta empiris ketimbang fakta psikologis, mengambil fakta yang membantu situasi damai ketimbang pemicu konflik. Etika operasional terkait dengan panduan teknis etis bagaimana meliput dengan memepertimbangkan balance narasumber akurasi dan menolak sogokan.
Dari segi etimologi  kita melihat istilah kata jurnalistik terdiri dari dua suku kata, yakni jurnal dan istik. Kata jurnal  berasal dari bahasa Perancis, journal, yang berarti catatan harian. Hampir sama bunyi ucapannya dengan kata itu kita akan temukan dalam bahasa Latin, diurna  yang mengandung arti hari ini. Adapun kata istik merujuk pada istilah estetika yang berarti ilmu pengetahuan tentang keindahan. Keindahan yang dimaksud adalah mewujudkan berbagai produk seni dan ketrampilan dengan menggunakan bahan-bahan yang diperlukannya.(Pringgodigdo,1973:383)
Etika jurnalistik adalah standar aturan perilaku dan moral, yang mengikat para jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya. Etika jurnalistik ini penting. Pentingnya bukan hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan si jurnalis bersangkutan, tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan khalayak masyarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru dari si jurnalis bersangkutan.
Dalam sejarah pers Indonesia, terdapat sejumlah kode etik yang biasanya dirumuskan oleh organisasi profesi bersangkutan, dan Kode Etik itu bersifat mengikat terhadap para anggota organisasi. Misalnya: Persatuan Wartawan Indonesia (PWI),dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). AJI bersama sejumlah organisasi jurnalis lain secara bersama-sama juga telah menyusun Kode Etik Jurnalis Indonesia, yang diharapkan bisa diberlakukan untuk seluruh jurnalis Indonesia.Selain organisasi profesi, institusi media tempat si jurnalis itu bekerja juga bisa merumuskan Kode Etik dan aturan perilaku (Code of Conduct) bagi para jurnalisnya.
Meskipun disusun oleh organisasi profesi atau institusi media yang berbeda-beda, di Indonesia atau pun di berbagai negara lain, isi Kode Etik pada umumnya bersifat universal dan tak banyak berbeda. Tentu saja tidak akan ada Kode Etik yang membolehkan jurnalis menulis berita bohong atau tak sesuai dengan fakta, misalnya. Variasi kecil yang ada mungkin saja disebabkan perbedaan latar belakang budaya negara-negara bersangkutan. Untuk gambaran yang lebih jelas, sebagai contoh di sini disajikan Kode Etik AJI.  
Kode Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI)                                                               
1.    Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2.    Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
3.    Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
4.    Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
5.    Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
6.    Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto, dan dokumen.
7.    Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
8.    Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
9.    Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
10.Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental, atau latar belakang sosial lainnya.
11.   Jurnalis menghormati privasi seseorang, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
12.   Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan fisik dan seksual.
13.   Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
14.   Jurnalis dilarang menerima sogokan.
15.   Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
16.   Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
17.   Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
18.    Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.  Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.


Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.


Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:

a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap; menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri; penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran
Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.


Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran
Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran
Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran
Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan "off the record" sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran
Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
"Off the record" adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran
Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran
Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran
Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.

Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006

Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia:

- Aliansi Jurnalis Independen (AJI)-Abdul Manan
- Aliansi Wartawan Independen (AWI)-Alex Sutejo
- Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)-Uni Z Lubis
- Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI)-OK. Syahyan Budiwahyu
- Asosiasi Wartawan Kota (AWK)-Dasmir Ali Malayoe
- Federasi Serikat Pewarta-Masfendi
- Gabungan Wartawan Indonesia (GWI)-Fowa'a Hia
- Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI)-RE Hermawan S
- Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI)-Syahril
- Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)-Bekti Nugroho
- Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA)-Boyke M. Nainggolan
- Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)-Kasmarios SmHk
- Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI)-M. Suprapto
- Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)-Sakata Barus
- Komite Wartawan Indonesia (KWI)-Herman Sanggam
- Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)-A.M. Syarifuddin
- Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)-Hans Max Kawengian
- Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)-Hasnul Amar
- Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)-Ismed hasan Potro
- Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)-Wina Armada Sukardi
- Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI)-Andi A. Mallarangan
- Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK)-Jaja Suparja Ramli
- Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI)-Ramses Ramona S.
- Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)-Ev. Robinson Togap Siagian-
- Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)-Rusli
- Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat- Mahtum Mastoem
- Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)-Laode Hazirun
- Serikat Wartawan Indonesia (SWI)-Daniel Chandra
- Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII)-Gunarso Kusumodiningrat


Seorang jurnalis muslim tentu saja memiliki kode etik tersendiri sesuai tuntunan ajaran islam, selain menaati kode etik PWI. Kode etik yang dimaksud antara lain sebagai berikut:
·   Menginformasikan atau menyampaikan yang benar saja alias tidak beerbohong , juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.(Q.S Al-Hajj:30)
·   Bijaksana, penuh nasihat yang baik serta argumentasi yang jelas dan baik pula. Karakter, pola pikir, kadar pemahaman obyek pembaca harus dipahami, sehingga tulisan berita yang dibuat pun akan disesuaikan sehingga mudah dibaca dan dicerna. (Q.S An-Nahl:125)
·   Meneliti kebenaran berita / fakta sebelum di publikasikan alias melakukan check and recheck(Q.S Al-Hujurat:6)
·   Hindari olok-olok, penghinaan, mengejek atau caci maki sehingga menumbuhkan permusuhan dan kebencian (Q.S Al-Hujurat:11)
·   Hindarkan prasangka buruk (suuzhan). Dalam istilah hukum, pegang teguh “asas praduga tak bersalah”(Q.S Thaha:25-26)


[1] Webster's New Dictionary and Thesaurus. Concise Edition. 1990. New York: Russel, Geddes & Grosset.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar